BPTP NTT Terapkan Pertanian Konservasi Bagi Petani Lahan Kering

oleh

Oelamasi,obor-nusantara.com
Solusi tepat bagi petani lahan kering di daerah iklim semi tropis,BPTP NTT perkenalkan sebuah inovasi Model pertanian konservasi

Model pertanian seperti itu sangat cocok diaplikasikan didaerah dengan kondisi iklim semi tropis Di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur,dengan curah hujan hanya 3 bulan setahun

Sebagaimana yang diterapkan di Desa Camplong 2 Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang – NTT,model pertanian seperti ini sudah diperkenalkan 4 tahun silam

DR. Ageng S. Herianto, Assistant Programme Food and Agriculture Organization of the Uniited Nations, ditemani oleh Ir. Debora Kanahau, M.Si Jumat (26/10/2018) di Kupang,dalam kegiatan pelatihan,kerja sama dengan FAO mengatakan model pertanian konservasi telah diperkenalkan 4 tahun silam di wilayah NTT dan NTB

Kegiatan itu sendiri,katanya bertujuan untuk memberi dukungan bagi pemerintah Daerah dan petani lahan kering,bahwa iklim semi tropis bukanlah sebagai penghambat dalam pertanian,namun diperlukan inovasi yang cocok guna meningkatkan produktivitas petani

Menurutnya,Pola pertanian konservasi yang telah diaplikasikan di dua provinsi dapat pula di terapkan di daerah lain yang memiliki karakteristik iklim kering seperti di NTT dan NTB.

Sebab, pertanian konservasi sebenarnya adalah menghidupkan lahan kering dengan teknologi tepat guna dan memacu produktivitas tinggi demi peningkatan ekonomi petani,sekaligus ketersediaan pangan bagi petani lahan kering.

Oleh Karena itu, petani diperkenalkan dengan teknologi simpan air dalam tanah sehingga dapat bertahan lama serta petani berkesempatan menanam lebih dari sekali dalam setahun.

Teknologi lahan kering diterapkan disesuaikan dengan kondisi lahan,misalnya untuk lahan yang datar dan tidak banyak bebatuan dapat digunakan cara biasa,sedangkan di lahan bebatuan harus di buat lubang tanam permanen.

Selain membuat lubang tanam permanen,petani mesti siapkan tanaman penutup tanah agar tidak terjadi penguapan akibat panas serta pergantian jenis tanaman.

Sementara Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr, selaku Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian mengatakan bahwa persoalan utama pertanian di wilayah NTT yakni soal keterbatasan ketersediaan air.

Namun dirinya mengaku tingkat kesuburan tanah sangat baik, untuk pengembangan pertanian lahan kering

Baginya petani perlu tau teknologi bagaimana air berada dalam tanah selama mungkin,tidak menguap akibat terik matahari atau merembes ke dalam tanah.

Menurutnya,Ada tiga hal yang harus di perhatikan untuk pertanian di NTT dengan kondisi iklim kering lahan kering,diantaranya:

Pertama panen air.
Panen air dapat dilakukan dengan cara membuat jebakan air melalui membendung sungai agar air dapat dialirkan ke lahan pertanian secara maksimal, atau membangun embung dengan teknologi lebih spesifik misalnya dengan menggunakan cover penutup untuk mengurangi penguapan akibat panas atau dengan sistem giomembran untuk menahan air tidak meresap ke dalam tanah.

Kedua menggunakan teknologi hemat air, irit air dengan irigasi tetes atau sejenisnya.

Ketiga adalah konservasi air.
Agar air bisa disimpan lebih lama dalam tanah harus membuat sistem lubang tanam permanen atau satu lubang selamanya. Lubang tanam permanen berukuran 40 x 40 x 40 centimeter dengan jarak 80 x 120 centimeter, di lubang taburi pupuk kompos atau pupuk kandang yang berfungsi menahan air lebih banyak dan sangat lama hingga musim hujan berikutnya.

Pupuk kompos atau pupuk kandang,dijelaskannya bermanfaat sebagai spon untuk penahan air lebih lama dalam tanah, sehingga dalam kondisi kering tanah masih lembab dan dapat ditumbuhi tanaman.

Lanjutnya,Sistem lubang permanen sudah terbukti maksimal di Desa Camplong 2 Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang -NTT sudah terbukti meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan petani menanam lebih dari satu kali.(by kenzo)