Ditulis oleh Kenzo minggu,wartawan obor-nusantara.com-
Lahirnya UU Desa nomor 6 Tahun 2014 dengan ditetapkannya alokasi Dana desa milyaran rupiah setiap tahun, yang diperuntukan bagi kepentingan pembangunan desa,belum mampu merubah wajah desa di kabupaten Kupang
“Wajah Desa Dulu dan kini tak ada bedanya”
Alokasi anggaran Pusat,Dana Desa tak menunjukan progres yang yang berarti perubahan wajah Desa di hampir sebagian besar Desa di wilayah kabupaten Kupang
Secara umum dalam kacamata penulis,selama mengitari Desa- desa di wilayah kabupaten Kupang ,tak banyak wajah desa yang berubah dari buah alokasi dana yang cukup besar dibandingkan sebelum nya
Dalam benak penulis muncul berbagai pertanyaan.
apa yang salah dengan dana sebesar itu?apakah manajemen Desa yang buruk jadi alasan Desa tak ada perubahan?Apakah kompetensi kepala desa yang minim sehingga tidak mampu mengelola dana sebesar itu?dimanakah pendamping desa??dimanakah peran Pemerintah Daerah?
Pertanyaan tersebut selalu tersirat dalam benak penulis saat melihat kondisi Desa di kabupaten Kupang yang terkesan tak ada perubahan kearah kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Desa.
Miris memang,jika kita bandingkan dengan kucuran dana yang sangat besar.Anggaran Milyaran Rupiah seakan menguap tanpa arah.menguap entah kemana.
Walau realitanya demikian,banyak putra putri Desa yang tertarik menjadi penguasa di kampung halamannya
Desa diibaratkan gadis Desa yang mulai dilirik sana-sini seperti gadis seksi yang diperebutkan oleh pemuda sejak ditetapkan UU Desa
Perlahan,banyak orang yang mulai tertarik dengan berbagai motivasi,entah sebagai ajang mencari kekuasan dan kedudukan di Desa dengan warna memajukan desa.
Apakah itu terjun langsung lewat politik praktisnya atau hanya manjadi bagian dari aparatur desa itu sendiri, untuk membantu pekerjaan Kepala desa,juga dengan tupoksi sebagai pendamping desa.
Di kabupaten Kupang sebagaimana yang diberikan media belum lama ini,salah satu Kepala Desa dan aparatnya sudah ditetapkan oleh Kejari Oelamasi,tersangkut kasus korupsi Dana Desa
48 kepala Desa lainnya pernah diperiksa kejari Oelamasi,terkait persoalan pengadaan buku perpustakaan yang terkesan ada indikasi campur tangan pihak PMD,Dimana item kegiatan tersebut menurut pengakuan kepala Desa yang ditemui penulis bahwa tidak terdaftar dalam RAPBDES hasil Musyawarah Desa
Hal ini merupakan imbas dari pengelolaan Dana Desa yang buruk dan pelaksanan proses yang melenceng dari aturan serta prosedur yang berlaku.
Sejak tahap perencanaan Desa,Desa lebih banyak tidak menempatkan asas manfaat dan prioritas pembangunan sesuai kebutuhan mendesak masyarakat.Desa tidak menempatkan riset dan kajian sebagai landasan dalam penentuan kegiatan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat.
Bukan hanya itu,dalam pelaksanaan kegiatan,sebagian besar kegiatan tidak mengedepankan mutu bangunan dan juga tidak sesuai dengan Rencana yang sudah ditetapkan bersama masyarakat
Saat ini,Penyelewengan dana Desa mulai dihembuskan dibeberapa Desa di kabupaten Kupang yang dibuktikan dengan pengaduan masyarakat Desa,baik lewat pemberitaan media,dan juga pengaduan kepada lembaga Yudikatif yang ada di daerah ini
Secara umum,seyogyanya pengelolaan Dana Desa,menjadi tanggung jawab Kepala Desa,BPD selaku fungsi pengawasan,Aparat Desa dan juga pendamping desa yang diamanatkan untuk mendampingi desa sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan terhadap pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan keahlian diri sebagai pendamping profesional.
Meski demikian, tak sedikit masyarakat yang menilai jika kinerja pendamping desa yang semestinya dituntut untuk memiliki kreativitas dan kemampuan diri tinggi dalam membaca kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang ada di setiap desa, namun nyatanya dirasa belum maksimal untuk membantu membangun masyarakat di desa.
Fakta dilapangan di tiap-tiap desa, masih banyak ditemukan Pendamping desa yang harus dan idealnya mendampingi untuk satu Desa, tapi malah kemudian memegang sampai 3-4 desa sekaligus
Jika kita bertanya, apakah dirasa pendamping desa yang ada telah mampu membantu meringankan kerja kepala desa sesuai dengan tupoksi pendamping desa?
Jawabannya lagi-lagi belum optimal, itu bisa dilihat sampai hari ini, Penulis pernah mewawancarai salah satu kepala desa, yang mana beliau mengaku tugas dari pendamping desa sendiri boleh dikatakan tidak membantu.
Meskipun demikian tak pelak kita sertamerta menyalahkan pendamping desa.Yang harus kita evaluasi adalah sistem perekrutan, kemudian kualifikasinya serta transparansi dari perekrutan pendamping desa tersebut.
Penulis dalam hal ini mempunyai beberapa opsi agar kedepannya pendamping desa bisa kemudian maksimal dalam melaksanakan tugas khususnya membantu kepala desa.
Perbedaan mendasar bentuk pendampingan paska ditetapkannya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa adalah menuntut para Pendamping Desa untuk mampu melakukan transformasi sosial
Dengan mengubah secara mendasar pendekatan “kontrol dan mobilisasi” pemerintah terhadap desa “menjadi pendekatan” pemberdayaan masyarakat
Desa-desa didorong menjadi subyek penggerak pembangunan Indonesia dari pinggiran, sehingga mampu merealisasikan salah satu agenda strategis prioritas Pemerintahan Jokowi-JK yaitu
“Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan”.
Lembaga-lembaga yang mengawasi Dana desa, mulai dari pengawasan daerah, TP4D kejaksaan negeri, Babinkamtibmas, Polsek, Polres dan dari Pusat satgas dana desa yakni BPK, dan KPK seharusnya lebih optimal perankan fungsi pengawasan sehingga menjadi warning dan menghindari penyimpangan bahkan efek jera bagi penyelenggara pengelolaan dana desa demi kepentingan masyarakat
Menurut penulis,banyaknya lembaga pengawas tidak serta merta,kepala Desa merasa ditekan kemudian menjadi alasan.Sebagai pemangku jabatan kita harus bisa bertanggung jawab dengan apa yang kita pegang, selagi kita tidak terlibat,kenapa harus takut.
Sebagai penutup yang terpenting menurut penulis adalah bagaimana cara menyiapkan tenaga-tenaga profesional untuk mengawal dan membantu kinerja kepala desa
Di tangan mereka wajah desa akan berubah dengan besaran anggaran milyaran tersebut.sebesar apapun alokasi anggaran tanpa didukung oleh manajemen pengelola dan tenaga profesional yang berkompeten niscaya Desa akan berubah menuju kesejahteraan
Tenaga profesional yang terdiri dari tenaga ahli hukum, Akuntansi, dan tekhnik sipil semestinya ada di setiap Desa.3 disiplin ilmu ini dirasa penulis cukup untuk menunjang pembangunan dan membantu pemerintahan desa demi kemajuan Desa yang mandiri dan masyrakat yang sejahtera.Salam untuk Desa.(by kenzo Minggu)l