Kupang, obor-nusantara.com-Aparat Hukum dari Kejaksaan dan Kepolisian diminta untuk segera mengambil sikap terkait adanya dugaan Penggunaan Material Galian C yang tidak memiliki Ijin oleh Pt Nindya Karya (Persero) untuk mengerjakan Proyek Bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka, Flores Nusa Tenggara Timur.
Selain aparat Hukum, PIAR juga meminta Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sikka juga dapat mengambil sikap terhadap kasus itu, mengingat pembangunan Bendungan Napun Gete sebagai salah satu dari program Nawa cita Presiden Jokowi untuk membangun 7 bendungan di NTT pada masa kepemimpinannya selama 5 Tahun.
“aparat penegak Hukum dari Kejaksaan dan Kepolisian sebaiknya jangan tinggal diam terhadap kasus dugaan penggunaan material Galian C yang tidak berijin di proyek Napun Gete, karena itu sangat merugikan pemerintah Pusat dan daerah”. Jelas Ketua bidang advokasi, PIAR NTT Paul Sinlaloe saat dihubungi pada selasa, 02/07/2019 di Kupang.
Menurut Paul, proyek sebesar itu (Rp 700 milyar) yang dikerjakan oleh Perusahaan sekelas Pt Nindya Karya jika benar ada manipulasi penggunaan meterial Galian C yang tidak berijin maka hal itu patut diusut hingga tuntas. “itu Perusahaan BUMN sehingga sangat kita sayangkan ya kalau sampai memanipulasi penggunaan material dan jelas Negara/pemda dirugikan karena tidak membayar Pajak galian C ke kas Negara/daerah”. Ungkap Paul.
Sementara itu, terkait kasus dugaan korupsi ini Kepala BWS NT2 Kupang Agus Sosiawan selalu menghindari wartawan jika hendak diminta tenggapan klarifikasinya soal kasus-kasus dugaan korupsi tersebut.
Sesuai agenda yang dijadwalkan bersama awak media, sang Kepala balai menyanggupi untuk bertemu dengan difasilitasi oleh Kepala Tata Usaha Balai selama 3x dalam 2 bulan (Juni hingga juli 2019) namun tetap tidak ditepati dengan berbagai alasan.
Sebelumnya diberitakan, apabila demi pengerjaan Paket Pembangunan Bendungan Napun Gete itu PT. Nindya Karya (Persero) terbukti menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan serta pemurnian material pasir dan batu (Galian C) dari hasil pendropingan material pasir dan batu (Galian C) oleh pihak-pihak yang bukan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau izin-izin lainnya, maka PT. Nindya Karya (Persero) bisa dipidanakan sesuai ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menegaskan bahwa : “Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUP Khusus Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1),
Pasal 74 ayat (1), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah)”. Selanjutnya dalam Pasal 163 Undang-Undang dimaksud dinyatakan bahwa dalam hal tindak pidana itu dilakukan oleh suatu badan hukum maka selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang
dijatuhkan. Badan hukum itu pun dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.(wr/nora).