Kupang,obornusantara.com-Aksi klarifikasi berita yang di sampaikan oleh Wali Kota Kupang dengan mengucapkan kata-kata kotor alias memaki wartawan Victory news Leksi Saluk melalui jaringan telepon di nilai sangat tidak etis. Sebagai pejabat publik seharusnya Wali Kaota Kupang Jefry Kore bisa mampu mengendalikan diri dalam bertutur dengan Media massa bukan sebaliknya mengucapkan kata-kata seperti itu (monyet, anjing, kau siapa dll).
Hal tersebut di kemukakan salag seorang anggota PIAR NTT Paul Sinalaloe kepada wartawan saat di Gedung DPRD NTT, senin (26/3/2018).
Menurutnya, Kalau marah wajar tetapi tidak boleh di lakukan dengan maki.
Di dunia ini menurut Paul, ada tiga profesi yang mulia yakni dpr, pengacara dan wartawan jadi kalau sampai di maki maka itu sudah tidak beretika lagi.
Paul menjelaskan, Kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Demikian sebab kekerasan terhadap wartawan merupakan suatu bentuk
pelanggaran terhadap kebebasan pers dalam menyampaian informasi secara universal telah diakui dalam Declaration of Human Rights, tepatnya diatur dalam pasal 19 yang menyatakan “setiap orang berhak atas kebebasan dan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun dengan tidak memandang batas-batas”. Jelasnya.
Tindakan premanisme yang berupa penganiayaan maupun tindak kekerasan lainnya terhadap media masa apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. Sebab dalam menjalankan tugasnya seorang wartawan mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya secara tegas diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Ketentuan mengenai adanya perlindungan terhadap wartawan, secara jelas tercantum dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999,, tentang pers, yang selengkapnya berbunyi : Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Yang dimaksud adalah jaminan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan perannya sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
Dalam Undang-undang No 40 Tahun 1999 Pasal 18 dijelaskan bahwa Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Dalam Pasal 4 Undang-undang No 40 Tahun 1999 ayat (3) dijelaskan bahwa Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dalam hal ini apa yang dilakukan oleh aparat dengan menghalangi wartawan mendapatkan gambar atau berita merupakan bentuk
pelanggaran pasal 4 ayat (3) apalagi dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada wartawan maka seharusnya aparat menindak tegas anggotanya yang terlibat dalam kasus ini karena sesuai dengan ketentuan pidana yang terdapat di dalam UU No. 40 Tahun 1999 di dalam pasal 18 ayat (1) yang mengatakan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).” katanya.
Terkait kasus ini, secara managemen Harian Victory News telah secara resmi melaporkan kasus ini ke Polda NTT untuk di proses Hukum lebih lanjut.(wr/by-nora).